Pada tahun 1929 telah terjadi suatu insiden penting di dalam Gemeenteraad, yaitu yang menyangkut pengisiari lowongan jabatan wakil walikota Betawi (Batavia). Tindakan pemerintah kolonial ketika itu memang sangat tidak bijaksana, karena ternyata lowongan jabatan itu diberikan kepada orang Belanda yang kurang berpengalaman, sedang untuk jabatan itu ada orang Betawi yang jauh lebih berpengalaman dan pantas untuk jabatan itu. Tindakan pemerintah ini mendapat reaksi keras dari fraksi nasional. Bahkan mereka mengambil langkah melakukan pemogokan, ternyata usaha mereka berhasil dan pada akhirnya Muhammad Husni Thamrin diangkat sebagai wakil walikota Batavia.
Dua tahun sebelum kejadian di atas, Muhammad Husni Thamrin memang telah melangkahkan kakinya ke medan perjuangan yang lebih berat, karena dia ditunjuk sebagai anggota lembaga yang lebih luas jangkauannya dan lebih tinggi martabatnya. Pada tahun 1927 ditunjuk sebagai anggota Volksraad untuk mengisi lowongan yang dinyatakan kosong oleh Gubernur Jendral. Pada mulanya kedudukan itu ditawarkan kepada Hos Cokroaminoto tetapi ditolak. Kemudian ditawarkan lagi kepada Dr. Sutomo tetapi juga dia menolak. Dengan penolakan kedua tokoh besar ini, maka dibentuklah suatu panitia, yaitu panitia Dr. Sarjito yang akan memilih seorang yang dianggap pantas untuk menduduki kursi Volksraad yang lowong. Panitia Dr. Sarjito akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada Muhammad Husni Tharnrin. Alasan yang dikemukakannya ialah bahwa Muhammad Husni Thramrin cukup pantas menduduki kursi itu mengingat pengalamannya sebagai anggota Gemeenteraad.
Pada tahun pengangkatannya sebagai anggota Volksraad, keadaan di Hindia Belanda mengalami perubahan yang sangat penting yakni adanya sikap pemerintah kolonial yang keras, lebih bertangan besi. Ini adalah salah satu akibat yang paling "buruk" yang lahir dari terjadinya pemberontakan 1926 dan 1927. Akan tetapi di lain pihak ketika memasuki tahun 1927 itu pula, langkah pergerakan nasional kita juga mengalami perubahan sebagai akibat dari didirikannya PNI dan munculnya Bung Karno sebagai pemimpin utamanya.
Ia dikenal sebagai salah satu tokoh Betawi (dari organisasi Kaoem Betawi) yang pertama kali menjadi anggota Volksraad ("Dewan Rakyat") di Hindia Belanda, mewakili kelompok Inlanders ("pribumi"). Thamrin juga salah satu tokoh penting dalam dunia sepakbola Hindia Belanda (sekarang Indonesia), karena pernah menyumbangkan dana sebesar 2000 Gulden pada tahun 1932 untuk mendirikan lapangan sepakbola khusus untuk rakyat Hindia Belanda pribumi yang pertama kali di daerah Petojo, Batavia (sekarang Jakarta).
Pada tanggal 11 Januari 1941 Muhammad Husni Thamrin wafat, setelah sakit beberapa waktu lamanya. Akan tetapi beberapa saat sebelum kewafatannya, pemerintah kolonial telah melakukan tindakan "sangat kasar" terhadap dirinya. Dalam keadaan sakit, ia harus menghadapi perlakuan kasar itu, yaitu rumahnya digeledah oleh polisi-polisi rahasia Belanda (PID). Ia memprotesnya, akan tetapi tidak diindahkan. Sejak itu rumahnya dijaga ketat oleh PID dan tak seorangpun dari rumahnya yang diperbolehkan meninggalkan rumah tanpa seizin polisi, juga termasuk anak perempuannya yang masih juga tidak diperkenankan meninggalkan rumahnya, sekalipun utntuk pergi ke sekolah. Tindakan polisi Belanda itu tentulah sangat menekan perasaannya dan menambah parah sakitnya. Wafatnya Muhammad Husni Thamrin tentulah sangat besar artinya bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah kehilangan salah seorang pemimpinnya yang cerdas dan berwibawa
Menurut laporan resmi, ia dinyatakan bunuh diri namun ada dugaan ia dibunuh. Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Di saat pemakamannya, lebih dari 10000 pelayat mengantarnya yang kemudian berdemonstrasi menuntuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan dari Belanda.[5]
Namanya diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta dan proyek perbaikan kampung besar-besaran di Jakarta ("Proyek MHT") pada tahun 1970-an .
eski pada mulanya
dipandang sebagai tokoh kooperatif, pada akhirnya hayatnya justru
Thamrin dianggap berbahaya oleh Pemerintah Hindia Belanda. Thamrin tidak
mengibarkan bendera Belanda di rumahnya pada ulang tahun Ratu
Wilhelmina, 31 Agustus 1940.
Dalam suatu kesempatan, ia juga mempelesetkan JINTAN, obat kumur
murah buatan Jepang, menjadi "Jenderal Japan Ini Nanti Toeloeng Anak
Negeri". Selain itu, tokoh Jepang Kobajashi dipanjangkan menjadi "Koloni
Orang Belanda akan Japan Ambil Seantero Indonesia". Ia dikenai tahanan
rumah karena dianggap tidak setia kepada Belanda dan main mata dengan
pihak Jepang.
Di rumahnya di jalan Sawah Besar No 32, Thamrin muntah-muntah dan
demam mungkin karena gangguan ginjal, kecapaian dan malaria. Istrinya
meminta Kapolri (1968-1971)
polisi agar mengizinkan kunjungan dokternya. Akhirnya sang dokter
datang, tetapi sudah terlambat, tanggal 10 Januari 1941, suhu badan
Thamrin sangat tinggi dan ia hampir tidak bisa bicara. Dokter memberi
suntikan untuk menurunkan panasnya, namun penyakitnya tidak tertolong
lagi, esok subuh ia meninggal.
Pada hari pemakamannya, dari rumahnya di Sawah Besar sampai ke
kuburan Karet, lebih dari 20.000 orang mengantarkan jenazah tokoh Betawi
itu ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tahun 1960, Proklamator,
Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966)
Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai Lihat Daftar Pahlawan Nasional
pahlawan nasional.
Sumber:
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/3789-politikus-yang-santun
Copyright © tokohindonesia.com
Meski pada mulanya
dipandang sebagai tokoh kooperatif, pada akhirnya hayatnya justru
Thamrin dianggap berbahaya oleh Pemerintah Hindia Belanda. Thamrin tidak
mengibarkan bendera Belanda di rumahnya pada ulang tahun Ratu
Wilhelmina, 31 Agustus 1940.
Dalam suatu kesempatan, ia juga mempelesetkan JINTAN, obat kumur
murah buatan Jepang, menjadi "Jenderal Japan Ini Nanti Toeloeng Anak
Negeri". Selain itu, tokoh Jepang Kobajashi dipanjangkan menjadi "Koloni
Orang Belanda akan Japan Ambil Seantero Indonesia". Ia dikenai tahanan
rumah karena dianggap tidak setia kepada Belanda dan main mata dengan
pihak Jepang.
Di rumahnya di jalan Sawah Besar No 32, Thamrin muntah-muntah dan
demam mungkin karena gangguan ginjal, kecapaian dan malaria. Istrinya
meminta Kapolri (1968-1971)
polisi agar mengizinkan kunjungan dokternya. Akhirnya sang dokter
datang, tetapi sudah terlambat, tanggal 10 Januari 1941, suhu badan
Thamrin sangat tinggi dan ia hampir tidak bisa bicara. Dokter memberi
suntikan untuk menurunkan panasnya, namun penyakitnya tidak tertolong
lagi, esok subuh ia meninggal.
Pada hari pemakamannya, dari rumahnya di Sawah Besar sampai ke
kuburan Karet, lebih dari 20.000 orang mengantarkan jenazah tokoh Betawi
itu ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tahun 1960, Proklamator,
Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966)
Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai Lihat Daftar Pahlawan Nasional
pahlawan nasional.
Sumber:
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/3789-politikus-yang-santun
Copyright © tokohindonesia.com
eski pada mulanya
dipandang sebagai tokoh kooperatif, pada akhirnya hayatnya justru
Thamrin dianggap berbahaya oleh Pemerintah Hindia Belanda. Thamrin tidak
mengibarkan bendera Belanda di rumahnya pada ulang tahun Ratu
Wilhelmina, 31 Agustus 1940.
Dalam suatu kesempatan, ia juga mempelesetkan JINTAN, obat kumur
murah buatan Jepang, menjadi "Jenderal Japan Ini Nanti Toeloeng Anak
Negeri". Selain itu, tokoh Jepang Kobajashi dipanjangkan menjadi "Koloni
Orang Belanda akan Japan Ambil Seantero Indonesia". Ia dikenai tahanan
rumah karena dianggap tidak setia kepada Belanda dan main mata dengan
pihak Jepang.
Di rumahnya di jalan Sawah Besar No 32, Thamrin muntah-muntah dan
demam mungkin karena gangguan ginjal, kecapaian dan malaria. Istrinya
meminta Kapolri (1968-1971)
polisi agar mengizinkan kunjungan dokternya. Akhirnya sang dokter
datang, tetapi sudah terlambat, tanggal 10 Januari 1941, suhu badan
Thamrin sangat tinggi dan ia hampir tidak bisa bicara. Dokter memberi
suntikan untuk menurunkan panasnya, namun penyakitnya tidak tertolong
lagi, esok subuh ia meninggal.
Pada hari pemakamannya, dari rumahnya di Sawah Besar sampai ke
kuburan Karet, lebih dari 20.000 orang mengantarkan jenazah tokoh Betawi
itu ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tahun 1960, Proklamator,
Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966)
Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai Lihat Daftar Pahlawan Nasional
pahlawan nasional.
Sumber:
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/3789-politikus-yang-santun
Copyright © tokohindonesia.com
eski pada mulanya
dipandang sebagai tokoh kooperatif, pada akhirnya hayatnya justru
Thamrin dianggap berbahaya oleh Pemerintah Hindia Belanda. Thamrin tidak
mengibarkan bendera Belanda di rumahnya pada ulang tahun Ratu
Wilhelmina, 31 Agustus 1940.
Dalam suatu kesempatan, ia juga mempelesetkan JINTAN, obat kumur
murah buatan Jepang, menjadi "Jenderal Japan Ini Nanti Toeloeng Anak
Negeri". Selain itu, tokoh Jepang Kobajashi dipanjangkan menjadi "Koloni
Orang Belanda akan Japan Ambil Seantero Indonesia". Ia dikenai tahanan
rumah karena dianggap tidak setia kepada Belanda dan main mata dengan
pihak Jepang.
Di rumahnya di jalan Sawah Besar No 32, Thamrin muntah-muntah dan
demam mungkin karena gangguan ginjal, kecapaian dan malaria. Istrinya
meminta Kapolri (1968-1971)
polisi agar mengizinkan kunjungan dokternya. Akhirnya sang dokter
datang, tetapi sudah terlambat, tanggal 10 Januari 1941, suhu badan
Thamrin sangat tinggi dan ia hampir tidak bisa bicara. Dokter memberi
suntikan untuk menurunkan panasnya, namun penyakitnya tidak tertolong
lagi, esok subuh ia meninggal.
Pada hari pemakamannya, dari rumahnya di Sawah Besar sampai ke
kuburan Karet, lebih dari 20.000 orang mengantarkan jenazah tokoh Betawi
itu ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tahun 1960, Proklamator,
Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966)
Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai Lihat Daftar Pahlawan Nasional
pahlawan nasional.
Sumber:
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/3789-politikus-yang-santun
Copyright © tokohindonesia.com
eski pada mulanya
dipandang sebagai tokoh kooperatif, pada akhirnya hayatnya justru
Thamrin dianggap berbahaya oleh Pemerintah Hindia Belanda. Thamrin tidak
mengibarkan bendera Belanda di rumahnya pada ulang tahun Ratu
Wilhelmina, 31 Agustus 1940.
Dalam suatu kesempatan, ia juga mempelesetkan JINTAN, obat kumur
murah buatan Jepang, menjadi "Jenderal Japan Ini Nanti Toeloeng Anak
Negeri". Selain itu, tokoh Jepang Kobajashi dipanjangkan menjadi "Koloni
Orang Belanda akan Japan Ambil Seantero Indonesia". Ia dikenai tahanan
rumah karena dianggap tidak setia kepada Belanda dan main mata dengan
pihak Jepang.
Di rumahnya di jalan Sawah Besar No 32, Thamrin muntah-muntah dan
demam mungkin karena gangguan ginjal, kecapaian dan malaria. Istrinya
meminta Kapolri (1968-1971)
polisi agar mengizinkan kunjungan dokternya. Akhirnya sang dokter
datang, tetapi sudah terlambat, tanggal 10 Januari 1941, suhu badan
Thamrin sangat tinggi dan ia hampir tidak bisa bicara. Dokter memberi
suntikan untuk menurunkan panasnya, namun penyakitnya tidak tertolong
lagi, esok subuh ia meninggal.
Pada hari pemakamannya, dari rumahnya di Sawah Besar sampai ke
kuburan Karet, lebih dari 20.000 orang mengantarkan jenazah tokoh Betawi
itu ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tahun 1960, Proklamator,
Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966)
Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai Lihat Daftar Pahlawan Nasional
pahlawan nasional.
Sumber:
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/3789-politikus-yang-santun
Copyright © tokohindonesia.com