Mohammad Hoesni Thamrin
Lahir di Sawah Besar, Jakarta 16 Februari 1894. Pendidikan Institut Bosch (Sekolah Dasar Swasta Belanda), Koning willem III.
Tahun 1905 didirikan Dewan Kota Betawi. Persahabatannya dengan Daan Van der Zee seorang Sosialis anggota Dewan Kota, inilah yang menyebabkan Thamrin tertarik pada masalah kemasyarakatan. Ia menyadari buruknya keadaan sosial masyarakat Betawi waktu itu dimana perkampungannya banyak yang becek dan kotor.
Tanggal 27 Oktober 1919 Thamrin menghadiri sidang Dewan Kota Betawi untuk pertama kali sebagai anggauta. Ia berpidato yang isinya menuntut kepada Pemerintah supaya segera memperbaiki kampung-kampung di Jakarta. Pidatonya mendapat tanggapan baik dan pembenahan di perkampungan dilakukan dan pembuatan "Kanal Ciliwung" Wow, Kanal Ciliwung pembangunannya mempunyai hubungan dengan Thamrin kala itu rupanya.
Tanggal 1 Januari 1923 didirikan Organisasi "Kaum Betawi" yang bertugas memajukan perdagangan, pendidikan dan kesehatan masyarakat. Di bawah kepemimpinannya organisasi ini berkembang pesat.
Tahun 1929, ia terpilih satu dari empat pembantu walikota. Tahun 1927, ia menjadi anggauta Volkstraad. Pidato Thamrin dalam Volkstraad tentang Ponale Sanctie, semacam hukuman yang dikenakan pengusaha perkebunan Belanda pada para kuli yang dianggap salah atau menyalahi kontak-kontraknya. Para kuli ini dicambuk seperti hewan.
Pidato Thamrin mendapat tanggapan luas baik di dalam negri maupun di luar negri, terutama di Eropa dan AS. Di Amerika kemudian timbul kampanye untuk tidak membeli tembakau Deli selama Ponase Sactie tidak dihapuskan. Akhirnya Pemerintah Belanda pun menghapuskan Poenale Santie.
Tahun 1932 dibentuk VIA (Perhimpunan Kaum Akademisi Indonesia), dan Thamrin menjadi anggautanya. Dalam konggresnya yang dihadiri tokoh luar negri. Thamrin menganjurkan pada redaktur dua koran Jepang untuk menulis dalam surat kabarnyanya agar Jepang tidak membeli gula dari Indonesia karena buruh perkebunan tebu di Indonesia mendapat perlakuan kejam oleh pihak pengusaha. Anjuran ini membuat heboh di kalangan pejabat Pemerintah Belanda dan Thamrin pun kemudian mendapat peringatan keras.
Tahun 1939 Thamrin mengajukan mosi dalam Volksraad agar pemerintah menggunakan kata Indonesia dan Indonesier sebagai pengganti kata Nederlands Indie. Bukan itu saja dalam pidatonya ia juga menuntut "Indonesia Berparlemen". Pemerintah menolak usul itu dengan alasan bahwa pembicaraan tentang pemerintah dalam hubungan dengan usul itu tidak diadakan.
Pemerintah Hindia Belanda menganggab Thamrin sudah cukup berbahaya sehingga tanggal 6 Januari 1941, ia dikenakan tahanan rumah. Tanggal 11 Januari 1941 ia meninggal dunia. Masyarakat Jakarta mengenang jasa-jasa Thamrin sepanjang masa dan memberinya nama kesayangan yaitu Abang Betawi. Cita-citanya untuk kepentingan rakyat sehat diteruskan oleh proyek M.H Thamrin. Sebagai penghormatan terhadap jasa-jasanya, pemerintah menganugerahi Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar